REVIEW BIMA-X Satria Garuda Episode 3 (Minggu, 28 September 2014)


Kisah Bima-X kembali berlanjut. Kali ini, setelah Reza memutuskan untuk pergi mencari Power Stone yang hilang, Ray harus berjuang sendiri melawan gempuran pasukan VUDO. Sebenarnya agak lebay juga kalau saya bilang ‘Ray harus berjuang sendiri’, kesannya Reza sudah pergi cukup lama setelah insiden gunung berapi minggu kemarin. Ini salah satu poin penting yang luput dari penjelasan, tentang berapa lama Reza pergi ‘berpetualang’ mencari Power Stone.

Memang tidak ada penjelasan tentang itu, pun tidak ada penggambaran yang jelas lewat scene-scene yang ditampilkan di awal episode tiga ini. Namun jika kita berpedoman pada logika dan adegan yang menampilkan Reza memacu motornya dengan membawa tas ransel, kurang lebih bisa disimpulkan bahwa adik dari Ray Bramasakti itu akan pergi jauh, dan, karena jarak tempuh yang jauh (ditambah lagi dia mencari benda yang tidak jelas di mana keberadaannya) tentu saja perjalanannya akan memakan waktu lama.

Namun pada akhirnya analisis saya ditebas menggunakan Garuda Shining Slash hingga terbang jauh menembus langit ke tujuh, eh, maksudnya, analisis saya dimentahkan karena pada menit-menit terakhir menjelang ending, Ray datang begitu saja, menolong Reza yang sudah babak belur. Akhirnya ‘petualangan’ Reza mencari Power Stone tidak ubahnya seperti pergi keluar rumah menuju warteg terdekat untuk beli nasi. Lalu saya sadar dan teringat ucapan kenalan saya yang kurang lebih intinya adalah Jangan terlalu mengharapkan alur yang masuk akal dari serial Tokusatsu yang durasinya tidak lebih dari setengah jam.

Ok fix, perkara ‘petualangan’ Reza yang lumayan bikin hati saya mencelos itu kita tutup saja dengan membaca Hamdallah, Alhamdulillah, Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Huss, huss, belom selesai!

Ehem, oke kita lanjutkan. Poin plus pada episode kali ini, bagi saya, masih kukuh dipegang oleh adegan fightnya. Saya suka adegan Bima-X menghindari serangan dari jurus andalan si monster lebah. Meskipun adegan slow motion yang ditampilkan belum sehalus adegan Neo menghindari peluru di film The Matrix (fans alay ni saya, kasih perbandingannya kejauhan :v) namun setidaknya adegan ini cukup fresh. Saya harus bilang good job!

Dan, mungkin ini yang paling menganggu saya. Setelah dibuat gregetan dengan akting satpam nyasar dan akting Tata JKT48 yang masih sangat kaku di episode minggu kemarin, mata saya kembali diganggu hingga batuk-batuk (apa hubungannya mata sama batuk-batuk?) oleh akting salah satu personil Death Phantom yang merupakan satu-satunya wanita di trio Dinosaurus itu, Lady Mossa.

Bagi saya, akting Paramitha Putri yang wajahnya cukup familiar karena beberapa kali saya melihatnya membintangi iklan dan FTV belum terlihat natural bahkan terkesan terlalu dibuat-buat. Ekspresinya saat memperlihatkan wajah jahat belum mengena di hati saya. Apalagi cara dia menggeram kesal dan menunjukkan kejengkelannya pada Azelot, Honetly, kalau bahasa gaulnya, Nggak Banget!

Okelah, sebagai Villain wanita berwajah cantik bertipe wanita penggoda yang menyukai perhiasan, secara fisik, Paramitha lumayan pas memerankan sosok Lady Mossa (walaupun wajah Paramitha bagi saya terlalu cute untuk berperan sebagai seorang wanita jahat). Namun sayang hal itu tidak dibarengi dengan akting yang wow sehingga aura jahat dari tokoh Lady Mossa ini tidak keluar secara sempurna. Alhasil, dua scene yang menampilkan adegan Lady Mossa mengamuk dan melempar semua perhiasan di atas mejanya dan adegan di mana dia membunuh salah satu anak buahnya yang padahal di sajikan dengan sinematografi dan sudut pengambilan gambar yang begitu apik menjadi sia-sia. Ow iya, saya juga mau acungi jempol nih buat tim Bima-X atas pemilihan kostum, make-up dan tata rambutnya yang pas untuk karakter Amestina Seraphine aka Lady Mossa ini. Sekali lagi saya harus bilang, Good Job!

Dialog dan akting pemain yang terasa terlalu dibuat-buat seharusnya menjadi perhatian dan PR bagi tim Bima-X. Tak masalah menggunakan dialog baku, namun tim Bima-X harus melakukan sesuatu agar dialog para pemain terasa lebih natural lagi. Begitu pula akting para pemainnya. Akting para pemain yang menjadi sedemikian terlihat kaku akhirnya berimbas juga pada muatan humor yang berusaha disampaikan. Tidak masalah kan sesekali melihat bagaimana para pemain sinetron atau FTV berdialog kemudian menerapkannya ke serial ini?

Dan satu hal lagi yang sangat saya sayangkan, yaitu cara Bima-X mengalahkan Azelot. Bima dengan beraninya mengatakan bahwa dia tidak membutuhkan Helios saat si monster lebah bertanya kenapa Bima tidak menggunakan pedangnya. Tapi pada akhirnya, Azelot bernasib sama seperti dua  monster lain sebelum dia, tewas di tangan Bima, terkena jurus pamungkas sang Satria Garuda yang keluar dari pedang Helios. Teman saya sampai berteriak, Such a Liar! Kau bilang tak perlu menggunakan senjatamu, mana buktinya? Hehehe, terdengar terlalu frontal mungkin, namun ini menjelaskan bahwa hal sekecil itu sangat berpengaruh terhadap penilaian penonton. Poinnya adalah bagaimana bisa seorang pahlawan tidak memegang ucapannya dengan teguh?

Seorang pahlawan yang dapat memegang teguh ucapannya jauh lebih hebat daripada seorang pahlawan yang memegang erat pedangnya.
Terima kasih telah membaca artikel tentang REVIEW BIMA-X Satria Garuda Episode 3 (Minggu, 28 September 2014) di blog Jendela Adelard jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :