Kisah Bima-X kembali berlanjut. Kali ini, setelah Reza memutuskan
untuk pergi mencari Power Stone yang hilang, Ray harus berjuang sendiri melawan
gempuran pasukan VUDO. Sebenarnya agak lebay juga kalau saya bilang ‘Ray harus
berjuang sendiri’, kesannya Reza sudah pergi cukup lama setelah insiden gunung
berapi minggu kemarin. Ini salah satu poin penting yang luput dari penjelasan,
tentang berapa lama Reza pergi ‘berpetualang’ mencari Power Stone.
Memang tidak ada penjelasan tentang itu, pun tidak
ada penggambaran yang jelas lewat scene-scene yang ditampilkan di awal episode
tiga ini. Namun jika kita berpedoman pada logika dan adegan yang menampilkan Reza
memacu motornya dengan membawa tas ransel, kurang lebih bisa disimpulkan bahwa
adik dari Ray Bramasakti itu akan pergi jauh, dan, karena jarak tempuh yang
jauh (ditambah lagi dia mencari benda yang tidak jelas di mana keberadaannya)
tentu saja perjalanannya akan memakan waktu lama.
Namun pada akhirnya analisis saya ditebas menggunakan
Garuda Shining Slash hingga terbang jauh menembus langit ke tujuh, eh,
maksudnya, analisis saya dimentahkan karena pada menit-menit terakhir menjelang
ending, Ray datang begitu saja, menolong Reza yang sudah babak belur. Akhirnya ‘petualangan’
Reza mencari Power Stone tidak ubahnya seperti pergi keluar rumah menuju warteg
terdekat untuk beli nasi. Lalu saya sadar dan teringat ucapan kenalan saya yang
kurang lebih intinya adalah Jangan terlalu mengharapkan alur yang masuk akal
dari serial Tokusatsu yang durasinya tidak lebih dari setengah jam.
Ok fix, perkara ‘petualangan’ Reza yang lumayan
bikin hati saya mencelos itu kita tutup saja dengan membaca Hamdallah,
Alhamdulillah, Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Huss, huss, belom selesai!
Huss, huss, belom selesai!
Ehem, oke kita lanjutkan. Poin plus pada episode
kali ini, bagi saya, masih kukuh dipegang oleh adegan fightnya. Saya suka
adegan Bima-X menghindari serangan dari jurus andalan si monster lebah. Meskipun
adegan slow motion yang ditampilkan belum sehalus adegan Neo menghindari peluru
di film The Matrix (fans alay ni saya, kasih perbandingannya kejauhan :v) namun
setidaknya adegan ini cukup fresh. Saya harus bilang good job!
Dan, mungkin ini yang paling menganggu saya. Setelah
dibuat gregetan dengan akting satpam nyasar dan akting Tata JKT48 yang masih
sangat kaku di episode minggu kemarin, mata saya kembali diganggu hingga
batuk-batuk (apa hubungannya mata sama batuk-batuk?) oleh akting salah satu
personil Death Phantom yang merupakan satu-satunya wanita di trio Dinosaurus
itu, Lady Mossa.
Bagi saya, akting Paramitha Putri yang wajahnya
cukup familiar karena beberapa kali saya melihatnya membintangi iklan dan FTV
belum terlihat natural bahkan terkesan terlalu dibuat-buat. Ekspresinya saat
memperlihatkan wajah jahat belum mengena di hati saya. Apalagi cara dia menggeram
kesal dan menunjukkan kejengkelannya pada Azelot, Honetly, kalau bahasa
gaulnya, Nggak Banget!
Okelah, sebagai Villain wanita berwajah cantik
bertipe wanita penggoda yang menyukai perhiasan, secara fisik, Paramitha
lumayan pas memerankan sosok Lady Mossa (walaupun wajah Paramitha bagi saya
terlalu cute untuk berperan sebagai seorang wanita jahat). Namun sayang hal itu
tidak dibarengi dengan akting yang wow sehingga aura jahat dari tokoh Lady
Mossa ini tidak keluar secara sempurna. Alhasil, dua scene yang menampilkan adegan
Lady Mossa mengamuk dan melempar semua perhiasan di atas mejanya dan adegan di
mana dia membunuh salah satu anak buahnya yang padahal di sajikan dengan
sinematografi dan sudut pengambilan gambar yang begitu apik menjadi sia-sia. Ow
iya, saya juga mau acungi jempol nih buat tim Bima-X atas pemilihan kostum,
make-up dan tata rambutnya yang pas untuk karakter Amestina Seraphine aka Lady
Mossa ini. Sekali lagi saya harus bilang, Good Job!
Dialog dan akting pemain yang terasa terlalu
dibuat-buat seharusnya menjadi perhatian dan PR bagi tim Bima-X. Tak masalah
menggunakan dialog baku, namun tim Bima-X harus melakukan sesuatu agar dialog
para pemain terasa lebih natural lagi. Begitu pula akting para pemainnya. Akting
para pemain yang menjadi sedemikian terlihat kaku akhirnya berimbas juga pada
muatan humor yang berusaha disampaikan. Tidak masalah kan sesekali melihat
bagaimana para pemain sinetron atau FTV berdialog kemudian menerapkannya ke
serial ini?
Dan satu hal lagi yang sangat saya sayangkan, yaitu
cara Bima-X mengalahkan Azelot. Bima dengan beraninya mengatakan bahwa dia
tidak membutuhkan Helios saat si monster lebah bertanya kenapa Bima tidak menggunakan
pedangnya. Tapi pada akhirnya, Azelot bernasib sama seperti dua monster lain sebelum dia, tewas di tangan
Bima, terkena jurus pamungkas sang Satria Garuda yang keluar dari pedang
Helios. Teman saya sampai berteriak, Such a Liar! Kau bilang tak perlu
menggunakan senjatamu, mana buktinya? Hehehe, terdengar terlalu frontal
mungkin, namun ini menjelaskan bahwa hal sekecil itu sangat berpengaruh
terhadap penilaian penonton. Poinnya adalah bagaimana bisa seorang pahlawan
tidak memegang ucapannya dengan teguh?
Seorang pahlawan yang dapat memegang teguh
ucapannya jauh lebih hebat daripada seorang pahlawan yang memegang erat
pedangnya.
Terima kasih telah membaca artikel tentang REVIEW BIMA-X Satria Garuda Episode 3 (Minggu, 28 September 2014) di blog Jendela Adelard jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.